Dunia investasi tidak lepas dari perkembangan situasi dan kondisi perekonomian dunia. Saat perekonomian dunia melemah maka investasi langsung maupun investasi dalam bentuk saurat berharga dan komoditas lain juga terkena dampaknya. Begitu pula sebaliknya, jika situasi dan kondisi perekonomian membaik, investasi akan maju dan investor dapat memetik keuntungan dari hasil investasinya. Pada tahun 2011 ini ada harapan perekonomian global tumbuh positif walaupun tidak tinggi, namun di beberapa negara seperti China dan India malah diprediksi masih tumbuh tinggi.
Tetapi, kita dikejutkan oleh krisis di beberapa negara Arab-Afrika. Harga minyak mentah melonjak, diikuti komoditas lainnya. Logikanya, kalau pertumbuhan ekonomi biasa-biasa saja maka kebutuhan minyak mentah tidak bertambah secara signifikan. Mengapa harga minyak melonjak? Menurut pengamat pasar modal Mirza Adityaswara, investor melihat perekonomian global akan tumbuh. Ada ekspetasi, ada harapan permintaan minyak bakal meningkat sehingga harga pun meningkat sebelum permintaan riil terealisasi.
Sementara nilai tukar US dollar cenderung terpuruk, sehingga banyak yang melepas aset dollar berpindah berspekulasi ke komoditas lain dengan harapan memperoleh hasil yang lebih tinggi. Harga minyak yang tinggi akan menyusahkan banyak perusahaan dan negara pengimpor minyak. Perekonomian di negara tersebut akan tidak stabil. Dalam situasi global seperti itu, harga saham banyak perusahaan sudah naik tinggi maka investor seolah berlomba melepas saham-sahamnya yang sudah “mahal” untuk mendapatkan hasil keuntungan investasi. Karena itu, indeks harga saham di bursa turun drastis. Turunnya indeks berarti turunnya harga saham secara umum di bursa.
Begitulah mesin investasi bekerja. Satu komponen saling terkait dengan komponen lainnya membentuk sinergi, menghasilkan kinerja dan meentukan harga. Apalagi dunia keuangan saat ini sudah mengglobal tak ubahnya bejana yang saling berhubungan, walau tampak terpisah-pisah, ada saluran yang menghubungkannya sehingga isi dari bejana tersebut saling berkorelasi. Oleh karena itu, investor mesti cermat memilih jenis investasi agar memeperoleh hasil yang optimal. Dalam situasi perekonomian yang labil, selain mempertimbangkan faktor ekonomi dan geopolitik, memilih investasi mestilah sangat bijaksana.
Jangan serakah, jangan ikut-ikutan. Pilihlah investasi yang sesuai dengan karakter Anda mentolerir resikonya dan sesuaikan dengan tujuan investasi Anda. Beberapa investasi masih berprospek bagus, tidak selalu di portofolio atau surat berharga. Ada komoditas lain seperti di bidang agrobisnis, perkebunan, dan komoditas lain yang menjanjikan hasil yang bagus, setidaknya di atas tingkat inflasi. Dalam berinvestasi faktor inflasi harus diperhatikan karena menggerogoti nilai atau daya beli uang. Jika selama ini hanya dalam deposito, yang bunganya kalah dengan laju inflasi, sudah saatnya dipikirkan untuk dialihkan ke instrumen lain. Misalnya, emas yang harganya terus naik, kini sudah sekitar Rp. 400.000,- per gram. China dan India yang perekonomiannya terus melesat, masyarakatnya dikenal penggemar emas.
Sampai jumpa di tulisan berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar